Berikut ini adalah bab kedelapan dari Buku Pendidikan Budaya Melayu Riau (BMR) sebagai buku sumber pembelajaran bagi guru muatan lokal (mulok) BMR yang disusun oleh tim ahli dari Lembaga Adat Melayu Riau (LAM Riau) tahun 2018. Bab ini secara tuntas membahas tentang Kuliner Melayu Riau.
Dalam adat dan adab orang Melayu, nilai- nilai dalam makanan diatur mulai dari tata cara meracik makanan atau pengolahannya, ketika memakan, dan setelah makan. Aturan itu bersifat mutlak, maka orang Melayu berpantang bila memakan makanan yang pengolahannya tak sesuai dengan adat dan adab Melayu. Selain itu, penghargaan pada makanan juga sangat kental adanya. Misalnya ketika tuan rumah menyajikan makanan dan minuman bagi tamunya, mestilah penyajian itu ikhlas tulus. Maka, penghargaan tamu terhadap makanan dan minuman itu adalah dengan segera memakannya.
Dalam pengolahan makanan, seseorang perempuan dilihat telah mampu menjadi seorang istri ketika tata cara menyiang ikan sesuai dengan aturannya. Orang Melayu memotong ikan dengan cara dimiringkan atau bukan lurus seperti memepat kayu. Sebab, ikan yang dipotong lurus hanya diperuntukkan sebagai makanan binatang –umpan ketika memancing atau menajur–. Maka berpantang orang Melayu memakan ikan yang dipotong lurus atau dianggap sebagai penghinaan pada seseorang jika menyajikan lauk yang dipotong pepat.
Menghadap makanan atau saat makan juga diatur dalam adab dan adat orang Melayu. Dalam ungkapan Melayu, Tenas Effendy, melalui bukunya “Tunjuk Ajar Melayu” menyebutkan, “makan jangan menghabiskan, minum jangan mengeringkan” dimaksudkan sebagai nilai mendapat sama berlaba dan hilang sama merugi. Lalu dijabarkan Tenas Effendy sebagai “makan jangan kenyang seorang, ingat-ingat penderitaan orang”. Maka, makan dapat diterjemahkan hanya sebagai cara bertahan hidup atau makan lebih utama kepada sikap saling berbagi.
Adat dan adab yang menjadi aturan dalam makan bersama. Makan bersama biasanya dianggap sebagai majelis. Seseorang yang lebih dahulu selesai makan tidak baik meninggalkan majelis sebelum semua orang selesai makan. Di kalangan Melayu hulu sungai pula, ada larangan makan mengangkat pinggan. Jika seseorang mengankat pinggan dalam jamuan makan (majelis), ia dianggap sebagai orang tak tahu adat.
Menyudahi makan dalam praktiknya seorang Melayu mengucapkan syukur kepada Allah SWT. Selain itu, pinggan makan yang digunakan mesti dibasahi dengan air basuh tangan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah kaum perempuan dalam menyuci perlengkapan makan. Pinggan yang kering, biasanya lebih susah dibasuh, sebab sisa kuah dan minyak melekat dan mengeras. Perlakuan yang lain, kaum laki-laki mengumpulkan perlengkapan makan di tengah majelis. Hal ini untuk memudahkan tuan rumah dalam mengangkat perlengkapan jamuan ke dapur.
Bila ingin mengunduh Bab Kedelapan Buku Pegangan Guru Mulok BMR Versi PDF, silahkan klik tombol di bawah ini:
Unduh Bab 08 PDF
Bila ingin memiliki Buku Pegangan Guru Mulok BMR versi cetak, silahkan pesan melalui klik tombol di bawah ini:
Pesan Buku Cetak
Silahkan buka dan unduh bab lainnya di bawah ini:
- Bab Pendahuluan
- Bab 01 Nilai-Nilai Asas Jati Diri
- Bab 02 Alam dan Kearifan Ekologis Melayu
- Bab 03 Bahasa dan Sastra
- Bab 04 Adat dan Adab Melayu Riau
- Bab 05 Sejarah Melayu Riau
- Bab 06 Pakaian Melayu
- Bab 07 Kesenian Melayu di Riau
- Bab 08 Kuliner Melayu Riau
- Bab 09 Permainan Rakyat Riau
- Bab 10 Perobatan Melayu Riau
- Bab 11 Teknologi Melayu
- Bab 12 Ekonomi dan Mata Pencarian Melayu Riau
- Bab 13 Pemimpin dalam Budaya Melayu
0 Komentar
Silahkan tulis kritik, saran dan komentar Anda