Berikut ini adalah bab kelima dari Buku Pendidikan Budaya Melayu Riau (BMR) sebagai buku sumber pembelajaran bagi guru muatan lokal (mulok) BMR yang disusun oleh tim ahli dari Lembaga Adat Melayu Riau (LAM Riau) tahun 2018. Bab ini secara tuntas membahas tentang Sejarah Melayu Riau.
Jejak Riau dapat ditelusuri sejak dari zaman purba, sekaligus memperlihatkan terjadinya pergulatan hidup manusia untuk senantiasa memperbaiki hidupnya. Hal ini tentu saja berawal dari kedatangan manusia ke kawasan apa yang sekarang disebut Riau. Dalam buku “Sejarah Riau” (Muchtar Lutfi,
dkk., 1977), banyak disingkap asal usul kedatangan manusia di kawasan ini.
Dapat dipastikan bahwa gelombang kedatangan pertama manusia di Riau sama dengan gelombang kedatangan awal manusia di Indonesia. Secara umum sampai saat ini, gelombang kedatangan manusia tersebut berasal dari daratan Asia yang salah satu wilayah lintasan pertamanya adalah Selat Melaka sebelum mencapai Sumatra. Sementara di sisi lain, Provinsi Riau terletak di kawasan Selat Melaka dan pantai timur Sumatra atau pantai yang berhadapan langsung dengan Selat Melaka.
Mereka selalu disebut dengan suku bangsa Weddoide yang mengembara, hidup berpindah-pindah karena sumber mata pencarian mereka tergantung pada hasil buruan. Di Riau sekarang, mereka kemudian diidentifikasikan sebagai orang asli Sakai dan Hutan. Dalam kehidupan sehari-hari pada masa yang lampau tersebut, mereka menggunakan kapak batu sebagaimana layaknya masyarakat zaman mesolithicum. Mereka kemudian mengembangkan diri untuk menetap di suatu kawasan danmulai mengenal bercocok tanam.
Mulai dari tahun 2500 SM sampai tahun 300 SM, terjadi dua gelombang kedatangan manusia yang disebut proto-Melayu dan deutro-Melayu. Baik proto maupun deutro-Melayu masing-masing memiliki kelebihan dibandingkan Weddoide. Proto-Melayu sudah memiliki kemampuan yang jauh lebih tinggi dalam bercocok tanam. Kecenderungan proto-Melayu tidak berpindah- pindah, menyebabkan muncul pemukiman-pemukiman baru. Hal ini dapat dikesani dalam kehidupan Suku Talangmamak, Laut, dan Akit. Seperti Suku Sakai di atas, mereka masih disebut sebagai orang asli.
Di sisi lain deutro-Melayu sudah dapat mengembangkan dirinya pada tahap yang belum tercapai oleh proto-Melayu. Kecenderungan proto- Melayu yang mulai menetap dalam suatu kawasan adalah juga kecenderungan utama deutro-Melayu, memungkinkan terjadinya perkongsian hidup di antara mereka, meskipun tidak sedikit manusia dari kalangan proto-Melayu, harus mengasingkan diri. Deutro-Melayu berkomunikasi dengan luar, sehingga tatanan hidup mereka lebih bervariasi. Jejak deutro-Melayu ini antara lain dapat ditemui di Bangkinang, Kuantan mudik, dan Rokan melalui penemuan arca serta perhiasan dari bahan perunggu.
Kenyataan di atas memperlihatkan, deutro-Melayu yang sudah berbaur dengan penduduk sebelumnya dan melakukan kontak dengan kawasan di sekitarnya, sudah pasti memunculkan pemukiman-pemukiman. Sekilas dapat dibayangkan, perhiasan dan arca yang ditemukan di sejumlah tempat sebagaimana disebutkan di atas, merupakan bagian dari sikap individu dalam berinteraksi sesamanya.
Bila ingin mengunduh Bab Kelima Buku Pegangan Guru Mulok BMR Versi PDF, silahkan klik tombol di bawah ini:
Unduh Bab 05 PDF
Bila ingin memiliki Buku Pegangan Guru Mulok BMR versi cetak, silahkan pesan melalui klik tombol di bawah ini:
Pesan Buku Cetak
Silahkan buka dan unduh bab lainnya di bawah ini:
- Bab Pendahuluan
- Bab 01 Nilai-Nilai Asas Jati Diri
- Bab 02 Alam dan Kearifan Ekologis Melayu
- Bab 03 Bahasa dan Sastra
- Bab 04 Adat dan Adab Melayu Riau
- Bab 05 Sejarah Melayu Riau
- Bab 06 Pakaian Melayu
- Bab 07 Kesenian Melayu di Riau
- Bab 08 Kuliner Melayu Riau
- Bab 09 Permainan Rakyat Riau
- Bab 10 Perobatan Melayu Riau
- Bab 11 Teknologi Melayu
- Bab 12 Ekonomi dan Mata Pencarian Melayu Riau
- Bab 13 Pemimpin dalam Budaya Melayu
0 Komentar
Silahkan tulis kritik, saran dan komentar Anda